SOEGIJA, Film Layar Lebar Pertama Studio Audio Visual PUSKAT Yogyakarta***Kamera untuk Masyarakat Adat***Peluncuran Film Dokumenter*** "

cari isi blog ini anda tulis kata kuncinya dan di search

Rabu, 02 Maret 2011

Kurang Info Sutradara Gagap Menyampaikan Film Dokumenter

jum'at, 25 Februari 2011 18:42

Kapanlagi.com - Sutradara Indra Tirtana yang juga menyutradarai film MISTERI HANTU SELULAR, berkeinginan untuk membuat sebuah film semi dokumenter mengenai proklamator. Akan tetapi dirinya dihadapkan dengan kendala untuk data sejarah yang ada dan hanya orang luar yang memilikinya. Bagi Indra ini adalah sesuatu hal yang lucu karena sejarah negara sendiri tapi yang mempunyai orang luar.
"Saya sendiri mau. Tapi ini ada konsekuensi karena setiap sineas pasti akan gagap karena tidak ada data-data di Indonesia yang lengkap. Mungkin negara lain yang punya. Ini lucu," ujarnya saat dijumpai di pekayon Pejaten, Jakarta Selatan, Rabu (23/2).
Bagi Indra data tersebut sangat perlu agar filmnya bisa tersampaikan dengan benar dan tak ditambah-tambahi.
"Memang banyak orang yang salah anggapan mengenai tokoh A, misalnya seperti Bung Karno apakah benar seperti itu maka kita harus punya data konkrit dan premisnya. Supaya tidak gagap dan pantas menyampaikan filmnya," paparnya.
Permadi juga angkat bicara, bahwa film tentang Bung Karno sudah ada seperti LIVING DANGERIOUSLY. Namun isi film tersebut banyak menjelek-jelekan. Menurut Permadi sudut pandang film tersebut bisa diambil dari mana saja tergantung siapa yang membuat filmnya.
"Kalau dia yang bikin politis, maka segi politisnya yang diangkat, kalau dia pengagum maka yang baik baiknya, tapi kalau seorang pembenci Bung Karno maka akan dibuat yang jelek-jeleknya," tukasnya. (kpl/buj/faj)
http://www.kapanlagi.com/showbiz/



Borneo Tribune Pontianak, Rabu, 17 Februari 2010

Lewat Film Dokumenter, Telapak-AMAN Sajikan Fakta Kerusakan Hutan Kalbar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalbar dan Telapak melakukan pemutaran film documenter hasil investigasi terhadap dugaan pengrusakan kawasan hutan adat suku Dayak Iban oleh perkebunan Kelapa Sawit PT. Ledo Lestari di Perbatasan RI-Malaysia, di Restoran Tapaz, Selasa (16/2).

Hadir para jurnalis dari berbagai media cetak maupun elektronik untuk menyaksikan film berdurasi 15 menit yang menggambarkan secara jelas fakta-fakta kerusakan hutan di Semunying Jaya dan komentar-komentar
masyarakat sekitar yang merasa tidak berdaya untuk melakukan pencegahan terhadap kerusakan hutan adat mereka.

Ketua BPH AMAN Kalbar, Sujarni Alloy, mengatakan, film yang dibuat bersama Telapak tersebut mengangkat fakta yang terjadi mengenai kerusakan hutan di Semunying Jaya dan perbatasan dengan Malaysia, "Kami lakukan investigasi dua minggu, dengan harapan adanya gambar-gambar tersebut adalah faklta yang tak terbantahkan," ujar pria brewok ini. Forum Internasional

Film yang menyajikan fakta kerusakan hutan itu juga rencananya akan di putar di forum internasional, dan saat ini sedang dalam proses perubahan ke teks Bahasa Inggris, namun di satu sisi. Film tersebut, lanjut Alloy akan
diserahkan juga ke instansi terkait seperti, Departemen Kehutanan, Pemerintah Daerah, "Kami sajikan fakta, selain film juga ada beberapa foto dokumentasi," kata Sujarni Alloy.

Sebelumnya, Kabid PHKA Dinas Kehutanan, Soenarno, di Pontianak, mengungkapkan, delapan perusahaan yang diduga membuka lahan tanpa ijin di dua kabupaten di Kalbar sudah di periksa Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Dinas Kehutanan Provinsi Kalbar.

Kata Soenarno, Sebenarnya pembukaan lahan tanpa ijin terjadi di seluruh kabupaten di Kalbar, namun baru dua kabupaten yakni Sanggau dua perusahaan dan di Bengkayang enam perusahaan yang sudah di tangani, "Sekarang masih tahap pengumpulan bahan keterangan (baket), di Bengkayang dari delapan, enam
perusahaan yang sudah diperiksa, sementara, Sanggau, dari lima, dua perusahaan yang sudah (diperiksa)," terang Soenarno yang menolak menyebutkan nama perusahaan karena alasan masih dalam tahap pemeriksaan.

Perusahaan-perusahaan tersebut juga kata Soenarno, membuka lahan tanpa ijin dari Menteri Kehutanan, dengan total lahan yang di buka, di Bengkayang, 20 ribu hektar, dan di Sanggau sekitar 4000 hektar.

Terkait pelanggaran, perusahaan yang melanggar akan di jerat dengan UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan pasal 50 ayat (1), (2) dan (3), "Ancamannya ya pidana, karena mereka (perusahaan) membuka kawasan hutan tanpa ijin dari Menteri Kehutanan," kata Soenarno lagi.

Dituturkan Soenarno, pelanggaran tersebut ditemui ketika akhir 2009 Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH) melakukan pengukuran di lapangan, ditemukan beberapa perusahaan melakukan pembukaan kawasan hutan tanpa ijin.


http://groups.yahoo.com/group/infosawit/message/6919


Mahasiswa UMY Produksi Film "Arema, Agama

Selasa, 07 September 2010 01:21 WIB

ilustrasi (ANTARA/Ari Bowo Sucipto)
Berita Terkait

* Sriwijaya FC Berbagi Angka Dengan Arema
* Arema Kandaskan Persiba 3-0
* Arema Ingin Geser Persija
* Defisit Keuangan Arema Menyusut
* PSPS Ditahan Imbang Arema 1-1

Yogyakarta (ANTARA News) - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) memproduksi film dokumenter "Arema, Agama Kedua" sebagai bentuk pemahaman terhadap masyarakat mengenai film dokumenter dan aplikasi mata kuliah.

"Film yang dibuat mulai Maret hingga Agustus 2010 itu menceritakan sisi lain klub sepak bola asal Malang, Jawa Timur (Jatim), Arema. Cerita mulai dari awal berdirinya Arema hingga menjadi juara Indonesia Super League (ISL) 2010," kata Line Producer Film "Arema, Agama Kedua" Fajar Junaedi di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, dengan mewawancarai sosok-sosok di balik kesuksesan Arema, seperti pendiri, manajer, orang-orang yang terlibat dalam pendirian Arema, pelatih, pemain, dan dan suporter.

"Selain ingin mengenalkan sisi lain dari film dokumenter, film tersebut juga ingin mengungkapkan sisi lain dari Arema. Menurut data dari Asian Footbal Confederation (AFC) pada musim pertandingan 2009/2010 suporter Arema merupakan suporter paling banyak, dengan rata-rata di setiap pertandingan tandang maupun kandang dipadati sekitar 30 ribu suporter," katanya.

Ia mengatakan, Arema secara manajemen juga berbeda dengan klub sepak bola lain yang ada di Indonesia. Ketika klub sepak bola lain masih berpegang pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Arema mampu bertahan dengan mandiri.

Hal itu yang kemudian mendorong mahasiswa untuk membuat film dokumenter mengenai Arema. Selain mengaplikasikan ilmu juga ingin mengungkapkan kepada masyarakat mengenai sisi lain dari Arema yang bertahan tanpa APBD.


"Kami berharap seluruh klub sepak bola di Indonesia setelah melihat film dokumenter itu nanti tidak hanya berharap pada APBD dan mampu bertahan secara mandiri," katanya.


Menurut dia, saat ini kecenderungan dana yang disalurkan kepada klub sepak bola dianggap membebani APBD. Padahal, di luar negeri klub-klub sepak bola mampu bertahan secara mandiri bahkan dapat mendatangkan keuntungan bagi pemilik klub tersebut.

Terkait pemilihan judul film "Arema, Agama Kedua", ia mengatakan, proses pembuatan film tersebut melalui penelitian. Pada saat riset tampak bahwa masyarakat Malang ketika atribut yang bergambar simbol Arema, yakni singa dirusak mereka akan marah.

"Berdasarkan penelitian itu, akhirnya kami memilih judul tersebut untuk film dokumenter yang kami produksi yang menggambarkan perjalanan klub sepak bola Arema," katanya.(*)

(U.B015/R009)

Editor: Ruslan
COPYRIGHT © 2011
http://www.antaranews.com/berita/1283797288/mahasiswa-umy-produksi-film-arema-
agama-kedua



ARTIKEL Membumikan Bahasa Daerah Lewat Film

19 Feb 08 oleh : Administrator
Sebagai bangsa Indonesia, kita patut berbangga, memiliki bahasa ibu terbanyak kedua di dunia setelah Papua Nugini. Kebanggaan ini tentu membawa konsekuensi bagi kita agar mampu melestarikannya karena menurut data UNESCO, setiap tahun ada sepuluh bahasa di dunia ini yang punah.
Bahasa adalah salah satu kekayaan budaya karena bahasa merupakan bagian dari budaya bahkan menjadi satu kesatuan yang utuh. Bisa dipastikan setiap manusia Indonesia mempunyai latar belakang bahasa daerah masing-masing. Latar belakang bahasa ini menjadi karakter manusia itu sendiri.
Bahasa daerah secara langsung turut membangun karakter bangsa. Benar adanya bahwa ’bahasa menunjukkan bangsa’. Dan karakter bangsa ini bisa dipelajari melalui berbagai media seni; sastra, panggung, dan film. Untuk media film, bahasa menjadi salah satu unsur penting karena turut membangun alur cerita.
Bahasa Daerah dalam Film
Perbedaan apa yang dirasakan ketika kita membandingkan tontonan yang menggunakan pengantar bahasa daerah kita, dengan tontonan sinetron atau sejenisnya? Terasa lebih dekat dan seperti ada perasaan memiliki tentunya. Namun sayangnya, produk lokal ini tidak mendapat kesempatan yang cukup. Kalau toh televisi swasta lokal memiliki kesempatan yang lebih, secara kuantitas masih jauh dari cukup.
Ketika saya memproduksi film pertama berbahasa Banyumasan berjudul ”Peronika”, saya yakin akan bisa diterima kalangan luas. Bukankah kita juga bisa menerima dengan baik film-film dari Hollywood, Eropa, Iran, Korea, Cina atau negara lainnya dengan adanya teks bahasa yang bisa dipahami oleh kita? Dan tidak harus menunggu lama, permintaan dari beberapa teman distributor independen agar saya bersegera membuat subtitle bahasa Inggris film tersebut, untuk kemudian turut dinikmati orang luar negeri.
Dengan menggunakan bahasa daerah sebagai sarana pengungkap dialog-dialog film berarti turut menjaga dari kepunahan. Belum banyak memang pihak yang menggunakan film-film Banyumasan sebagai sarana belajar di sekolah formal. Apa yang saya dan teman-teman di Banyumas lakukan adalah mencoba melestarikan bahasa ibu sesuai kemampuan. Namun kami yakin, kelak karya-karya kami akan menjadi rujukan dan materi bagi dunia edukasi.
Maka, mari! Kita buat karya film dengan dengan lokal yang kental yang akan menjadi dokumentasi penting di kelak kemudian hari. Tidak saja kita sedang memperkenalkan budaya lokal termasuk bahasa di dalamnya, namun sekaligus menjaganya dari kepunahan.
ditulis untuk Hari Bahasa Ibu Internasional- Festival Film Jawa | Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa- UNNES | 19 Februari 2008
Bowo Leksono | sutradara film asal Purbalingga

Home | Agenda | Berita | Artikel | Link | Forum
@2007 FILMALTERNATIF.ORG



Membuat Film Itu Sederhana tetapi Tidak Mudah


Yogyakarta – Bermain dengan kamera handycam adalah sebuah kegemaran tersendiri bagi masyarakat akhir-akhir ini. Popularitas handycam mencuat didukung oleh kemunculan komunitas-komunitas independent (indie) pembuat film. Ada banyak komunitas film independent yang ada di Yogyakarta, seperti Kelompok Belajar Bikin Film (KBBF), Komunitas Film Dokumenter, Rumah Sinema, Etnorefrika dan masih banyak lagi. Bahkan Sampoerna pun juga mempunyai program Bikin Film itu Mudah untuk siswa-siswi SMP dan SMU, manualnya pembuatan film secara sederhana pun sudah dipublikasikan dalam bentuk VCD.
Ada bermacam-macam kamera yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi hobi ini, dari yang manual sampai pada digital. Sudah banyak pula ditawarkan jenis-jenis kamera yang sekaligus bisa digunakan untuk merekam gambar bergerak, sebut saja namanya Handycam. Bentuknya semakin sederhana akan tetapi fungsinya jauh lebih lengkap dibandingkan dengan kamera-kamera sebelumnya.
Dari sinilah awal mula munculnya komunitas-komunitas pembuat film independent itu bermunculan, sebut saja namanya indie community. Komunitas pembuat film ini tidak perlu mengikuti pakem-pakem perfilman yang ada, akan tetapi mereka selalu mencari bentuk yang berbeda dari film-film di pasaran. Film-film yang dihasilkan pun cukup unik dan hanya diminati kalangan tertentu saja. Di Jogja, ada sebuah komunitas film dokumenter yang setiap tahunnya selalu menyelenggarakan acara festival film dokumenter.
Tahun 2003 lalu adalah tahun kedua pembuatan festival film dokumenter (FFD) tersebut. ”Film kita masuk nominasi penghargaan khusus pada festival kemarin. Sebenarnya kita hanya pengen belajar handycam untuk ngisi libur lebaran, trus ada teman yang mengajak bikin film untuk diikutkan pada festival tahun lalu. Wah…seruuu banget!! Selain banyak pengalaman mengenal lebih dalam tentang abdi dalem, juga saya jadi tahu siapa sebenarnya mereka di Keraton Yogyakarta,’’ ucap Rima salah seorang peserta FFD yang membuat dokumentasi tentang abdi dalem bersama teman-temannya.
Dokumentasi sederhana bisa dilakukan oleh siapa saja dan kapan saja, tanpa dibatasi dengan pakem-pakem tertentu. Michael Rabiger mengatakan bahwa proses dokumentasi itu tidak tergantung dari waktu yang sudah lewat ataupun baru-baru saja, akan tetapi juga bisa dokumentasi masa depan. Beberapa unsur-unsur dalam film dokumenter antara lain: memperhatikan tempat dan waktu, mengangkat tema-tema yang aktual, sebagai kritik sosial, menyampaikan realitas dan aktualitas, membuka pola pikir seseorang dan bisa juga berbentuk rangkaian cerita mendalam. Beberapa pandangan tersebut bisa dijadikan guide line untuk membuat dokumentasi sederhana.

Sulit Sederhana
Bikin film itu sederhana tetapi tidak mudah. Mengapa? Pertama, kita harus tahu apa tujuan kita membuat film itu sendiri. Meskipun membuat film dokumenter sekalipun, kita harus tahu tujuan membuat film dokumenter tersebut. Mengapa disebut dokumenter karena dokumenter identik dengan realitas kehidupan, segala sesuatu yang aktual dan tidak dibuat-buat. Akan tetapi tetap saja yang namanya film itu adalah gambar bikin-bikinan. Artinya kita bisa mengatur apa saja untuk mendapatkan gambar seperti yang kita inginkan.
Kedua, setiap film dokumenter harus disertai dengan riset mendalam tentang materi yang akan ditampilkan. Riset ini bisa dilakukan dengan wawancara, studi pustaka dan lainnya. Pokoknya bisa mengumpulkan data sebanyak dan selengkap mungkin tentang topik yang akan kita angkat. Sesuai dengan napasnya yang dokumenter tersebut, maka akan lebih menarik jika kita tidak terlalu membuat bikin-bikinan gambar. Dari riset itu kemudian dibuat naskah cerita yang dituangkan dalam story board (cerita bergambar). Dari sinilah dimulainya pengambilan gambar menggunakan handycam. Panjang pendeknya gambar yang diambil disesuaikan dengan story board yang telah dibuat. Teknik pengambilan gambar ini tidak perlu sempurna karena masih akan mengalami proses editing. Yang perlu diperhatikan pada teknik pengambilan gambar ini adalah objek yang kita ambil haruslah jelas terlihat dan usahakan meminimalisasi backsound gambar tersebut. Proses ini yang akan mengemas gambar yang telah kita ambil menjadi rangkaian cerita film. Dalam peng-editan film biasanya seorang editor sudah mahir dengan teknik-teknik penambahan effect yang digunakan untuk membuat film dokumenter agar sesuai dengan realitas kehidupan sebenarnya. Seorang editor haruslah mengabdi pada film yang dibuat dan bukan film yang mengabdi pada editor. Begitulah kira-kira proses pembuatan film dokumenter tersebut dilakukan.
Ketiga, membuat film dokumenter itu sederhana karena peralatan yang digunakan pun sederhana. Hanya dengan berbekal handycam pun kita bisa membuat film di mana saja dan kapan saja. Tidak perlu alat-alat yang canggih untuk membuat sebuah film. Biaya yang dikeluarkan pun juga murah, hanya dengan modal dua kaset handycam setiap orang sudah bisa membuat film. Satu kaset berdurasi 60 menit, jadi bisa dibayangkan berapa banyaknya gambar yang bisa diambil. Tidak ada salahnya Anda mencoba.
(Yustina Wahyuningsih, pehobi film indie, tinggal di Yogyakarta)
Copyright © Sinar Harapan 2003




STORYTELLING DAN PEMBUATAN NASKAH DALAM ANIMASI

1. PROSES PEMBUATAN ANIMASI.
a. Naskah
Pembuatan tema, cerita, Sinopsis, dan rincian adegan yang siap untuk diproduksi.

b. Storyboard
Proses pembuatan Naskah menjadi lebih detil dalam bentuk gambar serta membaginya menjadi sub bagian (cut) serta memberikan pewaktuan per Cut.

c. Drawing (Key animation dan In Between) dan Background
Proses pembuatan Storyboard menjadi bagian-bagian film.

d. Animation dan Coloring
Proses pengurutan gambar-gambar menjadi gambar bergerak serta pewarnaan.

e. Editing
Proses pembuatan animasi-animasi dan background menjadi sequences dan menyesuaikan dengan waktu yang sudah ada di dalam storyboard serta penambahan efek visual.

f. Voice editing dan Music Composing
Proses pemberian Suara (Dubbing), efek suara serta musik yang sesuai dengan gambar.

g. Packaging
Proses penyelesaian akhir dari semua proses di atas menjadi 1 film.

2. SKENARIO

Skenario adalah Sebuah cerita yang nantinya dapat dibuat menjadi media Audio Visual.

a. Breaking The Rules
Menulis adalah salah satu bidang seni, kita sebagai penulis harus melihat sesuatu dengan sudut pandang yang berbeda dengan orang lain atau menemukan cara pandang yang sama sekali baru akan suatu hal.

Tapi sebelumnya kita harus mengetahui mengapa “sesuatu” yang kita ingin ubah itu ada dan mengapa “Sesuatu” itu harus ada.

Jadi “Breaking rules” untuk mengubah suatu aturan tidak akan menciptakan seni tetapi akan menciptakan anarki.

Selain “Breaking rules” Kemampuan yang harus kita punyai sebagai penulis naskah animasi (komik, film dsb) adalah berpikir visual. Film animasi yang baik adalah keselarasan antara gambar, dialog, suara, dan music. Jadi biarkan seni penunjang lainnya (Gambar, Suara dan Music) yang membawa elemen penting dalam cerita dalam hal ini Plot dan Karakter.

Kemampuan Berpikir visual dapat kita latih misalkan dengan membuat cerita dengan merangkai gambar-gambar yang kita ambil dari kamera, handycam dsb. Latihan ini membuat kita berpikir dan membuat cerita dalam rangkaian gambar, dan akan menolong kita untuk memberikan konsep akan beberapa informasi yang kita dapat dalam 1 gambar dan juga menolong kita dalam menggambarkan ide yang dalam benak kita kepada drawing artist.

b. Tema, Cerita dan Plot
Tema adalah suatu pesan yang akan kita sampaikan kepada audiens ketika mereka nanti menonton atau membaca karya kita.
Sebuah cerita tanpa tema maka akan menjadi “tong kosong”.

Cerita secara umum dapat kita artikan sebagai suatu informasi tentang suatu kejadian atau peristiwa.

Sedangkan Plot adalah bagaimana jalannya cerita yang ingin kita sampaikan.

Setelah menentukan tema dan cerita maka kita harus menentukan 5 W+H antara lain :

Where,When,Who,Why,What,How.

b.1 Where and When
Dimana dan Kapan ceritamu terjadi atau berlangsung, dalam pembuatan animasi harus diceritakan secara lengkap agar memudahkan Background dan Character design dalam membuat Latar belakang atau lingkungan serta karakter (busana, senjata, peralatan dsb) nantinya.

b.2 Who
Karakter-karakter yang kita buat dalam cerita, baik karakter utama maupun pendukung.

b.3 What
Apa yang terjadi di dalam cerita dan karakter-karakter dalam cerita yang kita buat? (Plot cerita). Apa tujuan karakter kita (terutama karakter utama) dalam cerita itu? gunanya untuk membangun motivasi sang tokoh yang nantinya akan mengembangkan kepribadian karakter tersebut.

b.4 Why
Mengapa semuanya terjadi? Mengapa Karakter mengingin- kan apa yang mereka mau? Dan yang paling penting bagi kita para penulis adalah “Mengapa audiens atau penonton mau menonton Program kita?”

b.5 How
Bagaimana Karakter kita mendapatkan apa yang mereka inginkan? Bagaimana mereka bereaksi terhadap kegagalan atau keberhasilan.

Setiap Scene yang nanti kita buat setidaknya harus mempunyai salah satu pertanyaan di atas, gunanya untuk membuat penonton mengerti setiap peristiwa yang belum terkumpul.


Tapi setiap cerita atau tema yang ingin kita ceritakan biasanya sudah diceritakan oleh pengarang atau penulis lain. Jadi tugas kita adalah bagaimana kita meramu sedemikian cerita atau tema yang sudah ada menjadi suatu yang terlihat “baru” dan “berbeda”. Umumnya ada 3 Plot dasar yang bisa kita gunakan yaitu :

- The Mysterious Stranger (orang asing yang misterius).

Seseorang atau sesuatu datang ke suatu tempat atau lingkungan. Cerita akan terbangun dari satu atau 2 pertanyaan yaitu : “Akibat apa yang dibawa oleh karakter tersebut pada lingkungan itu” atau sebaliknya. Kalau tidak digunakan untuk hal tersebut, biasanya karakter tersebut dipakai sebagai pengantar untuk memperkenalkan karakter utama serta lingkungan di dalam cerita.

- The Quest (Pencarian).

Maksudnya pencarian apa saja : Jati diri, benda-benda ajaib atau cinta. Semua misteri terbangun di sekitar pencarian dan menuju pada penyelesaian cerita. Jadi bisa saja kita membuat subkategori dari yang sudah tersebut di atas.

- The Genesis Story (Cerita inti).

Bagaimana akhirnya sesuatu atau seseorang nanti, inilah cerita asli yang di dalam film animasi atau komik.


3. JUDUL PROGRAM

Setelah kita membayangkan cerita,tema dan karakter untuk program yang ingin kita buat maka sekarang langkah yang perlu kita lakukan adalah memberi judul pada program kita.

Hal yang paling penting dalam membuat judul program adalah melihat selera pasar sehingga bisa mengundang rasa ingin tahu dari para pemirsa.


4. SINOPSIS

Langkah berikutnya setelah membuat nama program adalah membuat sinopsis untuk disampaikan pada pihak produser atau PH (Production House).

Apa aja sih yang perlu disiapkan ?
a. Judul Program
Sudah disebutkan di atas.



b. Sinopsis Umum dan tema cerita
Adalah isi keseluruhan cerita, jadi berawal darimana dan berakhir sampai mana, konflik dalam cerita, percintaan, misi yang ingin disampaikan dsb.

c. Sinopsis Per Episode
Setelah jelas isi keseluruhan cerita maka kita membuat sinopsis per episode (biasanya minimal tiga belas episode), dan disini kita harus pandai dalam membuat episode yang berkesinambungan serta mengakhiri setiap episode sehingga membuat penonton penasaran.

Di dunia media dikenal istilah Cliff hanger yaitu akhir episode digantung tetapi disambung ke episode berikutnya.

d. Karakterisasi
Kemudian kita membuat karakter yang akan muncul di dalam cerita, dan harus dibuat secara mendetil dari tinggi dan berat badan, model rambut, kepribadian (ini yang paling penting), hobi, pakaian dan latar belakang tokoh (Untuk mengembangkan tokoh serta cerita).

Secara Umum jenis Penokohan dalam cerita bisa dibagi menjadi 3 :
a. Tokoh Protagonis
Biasanya tokoh inilah yang menjadi “pahlawan” dalam cerita dan ditempatkan sebagai tokoh utama. Kepribadiannya cenderung baik hati, suka menolong, pokoknya “Orang yang paling baik”.

b. Tokoh Antagonis
Tokoh yang digambarkan sebagai lawan tokoh protagonis biasanya penjahat, kepala bandit dsb. Kepribadiannya cenderung Jahat, suka menyakiti orang lain.

c. Tokoh Gray (Abu-abu)
Tokoh yang tidak jelas apakah dia Protagonis atau Antagonis, kecenderungan penokohan pada film animasi saat ini adalah penempatan tokoh “Gray” sebagai tokoh utama karena bisa mengembangkan cerita secara lebih dalam tanpa harus keluar dari cerita yang sudah ada atau kita buat.


e. Setting Lokasi
Dan Kita juga harus bisa membayangkan lokasi TKC (Tempat Kejadian Cerita). Kita harus membuat secara terperinci tahun, abad, bahkan musim, Rumah (Eksterior dan Interior), Lingkungannya, kalau bisa kita memberikan referensi kepada Background artist mengenai hal tersebut di atas.

f. Format Acara
Kemudian kita juga harus menentukan format waktu yang kita ingin pakai untuk program yang telah dibuat, gunanya membuat batasan pada naskah kita agar memberi ruang untuk iklan.

Format acara umumnya dibagi 2 :
1. Format 60 menit
Umumnya waktu yang digunakan untuk acara adalah 48 menit dan sisa 12 menit untuk space iklan.

2. Format 30 menit
Waktu yang digunakan acara adalah 22 menit dan sisanya untuk space iklan.

Tugas
Tonton 1 judul Film apa saja, hitung durasinya (Waktu tayang), kemudian buat secara terperinci :
a. Judul Program.
b. Sinopsis Episode tersebut (misalkan yang ditonton adalah film serial) atau sinopsis umum (misalkan yang ditonton film non serial).
c. Karakterisasi yang muncul di dalam film tersebut.
d. Setting Lokasi.
Dikumpulkan pada pertemuan minggu depan.

5. DASAR-DASAR PENULISAN NASKAH

a. Karakter
Langkah penting dalam membuat tokoh adalah kepribadian, tujuannya untuk menciptakan unsur drama (Serial TV, Film (konvensial atau Animasi) akan terasa tidak mempunyai getaran)) serta memberikan kelemahan yang bersifat non fisik jadinye nanti-nantinye sih bisa ngembangin ceritanya juga.

Untuk mengembangkan Kepribadian kita harus banyak riset dan membaca tentang psikologi (ngga usah yang susah-susah, cukup untuk pemula udah cukup) bila kita sudah mendapat referensi tersebut maka kita tinggal mengembangkan karakternya saja.

Secara Umum kepribadian manusia dibagi 4 menurut temperamennya (Hipocrates) yaitu :
1. Orang Sanguin
Kekuatan :
- Banyak bicara
- Ramah
- Bersemangat (Antusias)
- Supel
- Gampang jatuh kasihan
- Periang

Kelemahan :
- Lemah kemauan
- Tidak tenang
- Tidak disiplin
- Gelisah
- Tidak dapat diandalkan
- Egosentris
- Bising
- Berlebih-lebihan

2. Orang Kolerik
Kekuatan :
- Berkemauan keras
- Tekun
- Berjiwa bebas
- Optimistis
- Praktis
- Produktif
- Tegas
- Pemimpin

Kelemahan :
- Peramah lalim
- Sarkastis
- Menguasai
- Tidak acuh
- Bangga
- Puas diri
- Tidak berperasaan
- Licik


3. Orang Melankolik
Kekuatan :
- Berbakat
- Cermat
- Peka
- Perfeksionis
- Suka Keindahan
- Idealistis
- Setia

Kelemahan :
- Egosentris
- Pemurung
- Pesimistis
- Teoritis
- Tidak praktis
- Tidak ramah
- Pendendam

4. Orang Flegmatik

Kekuatan :
- Tenang
- Lembut hati
- Dapat diandalkan
- Efisien
- Konservatif
- Praktis
- Pemimpin

Kelemahan :
- Kikir
- Penakut
- Tidak tegas
- Penonton
- Suka melindungi diri sendiri
- Egois


Selain teori di atas masih banyak lagi sifat manusia yang dapat kita gali dari ilmu psikologi.


b. Storytelling Triangle
Menurut banyak penulis ada 4 elemen dasar dalam membangun sebuah cerita yaitu :



1. Characters
Seperti yang telah disebut sebelumnya adalah The Who.
Untuk poin ini perlu diingat dalam pemberian nama, kita bisa mendapatkan dari kamus atau kita kembangkan dari apa yang terlintas di kepala kita, dan untuk tokoh-tokoh utama sebisa mungkin kita membuat nama yang nantinya gampang diingat oleh penonton, ngga usah terlalu panjang atau susah.

2. The Plot
Adalah The What, apa yang karakter inginkan dan apa yang terjadi ? contoh yang paling sederhana, Gemblung ingin berangkat ke kantor pagi-pagi untuk presentasi ke klien dan atasan, sayangnya dia telat bangun dan jam sudah menunjukkan waktu masuk kantor sudah dekat, ketika ingin mandi, tiba-tiba Gemblung mempunyai ide yaitu mandi di kantor, di tengah jalan tiba-tiba dia baru ingat bahwa keran kamar mandi belum dimatikan sehingga dia harus pulang ke rumah untuk mengambil mematikan keran air dan akhirnya Gemblung telat juga sampai di kantor, akibatnya presentasinya gagal, badan bau dan kena marah oleh atasan.

Jadi Plot adalah serangkaian konflik dan penyelesaian yang berujung pada klimax.

3. The Story
Adalah The Where, When, How dan Why. Where dan When adalah detil awal, mereka penting karena menentukan bagaimana para karakter dan sekitarnya bereaksi serta bersikap. Sekedar contoh orang kota pasti berbeda sikapnya dengan orang pedesaan. Plot di atas pasti terjadi di sebuah kota besar, plot tersebut tidak bisa dipindahkan ke daerah Gunung Kidul 1200-an.

Bagaimana mengembangkan pertanyaan “Apa yang diinginkan oleh karakter kita?” adalah dengan menggali bagaimana cara mereka untuk mencapai tujuannya. Kemudian kita memperhatikan mengapa setiap peristiwa yang ada di dalam plot dapat berhubungan dengan karakter-karakter dan penonton.

Akhirnya, Cerita tersebut mempunyai dampak kepada Gemblung, atasannya, karakter lain dan yang paling penting kepada penonton. Mengapa para penonton harus peduli akan keterlambatan Gemblung serta akibat-akibatnya? Disinilah letaknya cerita.

4. The Theme atau Premise

Setiap cerita harus mempunyai tema, tema cerita di atas bisa saja “Nyalakan alarm jammu agar tidak bangun telat.” Atau “Persiapkan semuanya sebelum berangkat.” Akibat dari tidak menyalakan alarm jam atau mempersiapkan bahan-bahan untuk ke kantor kemudian dijabarkan. Tema tidak harus rumit bisa “Cinta dapat menaklukan apa saja,” “Kejahatan pasti terbayar,” “Semuanya kembali kepada keputusan Allah atau Tuhan.” Dan bisa saja dibuat kompleks mungkin tentang politik. Tidak masalah kompleks atau sederhana tema yang ingin kita sampaikan asalkan semuanya masih berada di dalam cerita yang telah kita buat dan menuju pada penyelesaian cerita, atau karakter, Plot, dan cerita yang berhubungan dengan tema berbagai bentuk serta rupa, Umumnya ketika seseorang menanyakan tentang cerita yang kita buat, mereka belum tahu tema yang ingin kita sampaikan.


5. Struktur tiga babak

Setelah memperhatikan semua jabaran di atas maka bisa ditarik kesimpulan bahwa fungsi dari storytelling adalah menjaga dan memainkan momentum, maksud dari momentum adalah sebuah kejadian akan mengakibatkan reaksi kejadian lain, lalu reaksi tersebut menjadikan reaksi kejadian berikutnya begitu seterusnya. Jadi dengan memainkan momentum itulah yang menentukan menarik atau tidak film kita. Untuk itu diperlukan manajemen momentum atau struktur momentum yang tersusun dengan baik.

Sesungguhnya hanya ada 3 titik penting momentum yaitu Aksi (Problem), Reaksi (Development), Akibat (Resolution). Sebuah “Aksi” akan menimbulkan “Reaksi” lalu menghasilkan “Akibat”. Metode ini kemudian dikenal sebagai “The Three Act.” Atau Struktur tiga babak.

Babak satu adalah “Aksi” atau Problem, babak dua “Reaksi” atau Development atau pengembangan dan babak tiga adalah “Akibat” atau Resolution atau penyelesaian.

Lebih Jelasnya :

Babak Satu : Problem
Sebuah Film biasanya dimulai dengan masalah atau persoalan, atau problem, tanpa itu bisa juga tetapi akan sulit memulai cerita. Penonton harus tahu apa yang terjadi di dalam film ini. Kalau mereka tidak segera paham maka mereka tidak akan betah menonton film kita karena tidak tahu apa yang mereka tonton, contoh seperti cerita di atas ketika Gemblung telat bangun ternyata waktu sudah siang padahal ada sebuah presentasi yang harus dia laksanakan.

Nah, sebuah problem sudah digulirkan, maka cerita bisa berjalan. Penonton mengerti ada apa, dan mulai tertarik kelanjutannya atau bahkan berusaha untuk menduga-duga endingnya.

Dari sini kita bisa mengembangkan momentum, eskalasi peristiwa bisa ditingkatkan dan film bisa digulirkan dengan menarik, jadi sekarang bisa ke babak 2 ? Nanti dulu! Masih diperlukan strategi khusus agar eskalasi tidak sekedar garis lurus untuk masuk ke babak pengembangan. Kita perlu membuat momentum agar babak ke dua lebih hidup, momentum ini disebut Turning Point, contoh Agar cepat sampai di kantor Gemblung memutuskan untuk mandi di kantor, jadi cerita dibelokkan bukannya usaha Gemblung untuk mempersiapkan diri dengan cara secepat mungkin dari rumah yang tentunya dapat ditebak penonton, tetapi bagaimana usaha Gemblung agar dapat mandi di kantor. Apa yang terjadi dengan Gemblung ? Berhasilkah Gemblung sampai tepat di Kantor ? baru kita masuk ke babak 2.

Babak Kedua : Development

Fungsi dari babak ke dua adalah mengembangkan persoalan yang muncul dalam rangka memecahkan Problem, caranya dengan menjaga momentum dan fokus alur film untuk itu kuncinya ada di Action Point. Sebuah titik penentu perubahan momentum yang dibagi menjadi 3 :

1. Barrier
Berfungsi sebagai penghambat usaha tokoh cerita dalam mencapai tujuannya. Dari cerita di atas adalah Waktu yang sangat pendek bagi Gemblung untuk sampai ke kantor, inilah Barrier, sehingga membuat Gemblung memikirkan cara lain. Ia lalu bergegas membawa perlengkapan mandi untuk mandi di kantor. Barrier biasanya cenderung ke arah aktifitas fisik. Tapi kalau memakai cara ini maka akan membawa perasaan bosan ke penonton maka perlu Action Point yang lain.

2. Complication
Tidak seperti Barrier yang bertumpu pada satu titik kejadian kemudia langsung ada akibatnya, complication terdiri dari beberapa kejadian yang tidak segera menghasilkan akibat contoh,

Dalam cerita Gemblung, kita mengetahui bahwa atasan dan klien perusahaan menunggu presentasi dari Gemblung, ketika Gemblung harus pulang ke rumah untuk mematikan keran, atasannya di kantor sedang menghadapi klien yang sudah tidak sabar menanti presentasi dan karena Gemblung tidak datang pada waktu yang dijanjikan maka Klien membatalkan perjanjian bisnis perusahaan.

Setiap kejadian tsb tidak segera langsung memberikan akibat. Tetapi penonton tahu pasti akibat apa yang akan dialami oleh Gemblung ketika nanti sampai di Kantor.

3. Reversal
Mirip dengan Barrier, tapi dampak yang dihasilkan tidak hanya berbelok, melainkan berbalik 180 derajat contoh,

Di tengah Perjalanan Gemblung baru ingat kalau keran air di kamar mandi belum dimatikan dan kalau tidak dimatikan maka rumahnya akan kebanjiran.

Kita lihat di sini bahwa cerita tidak sekedar berbelok tapi berbalik sama sekali.

Barulah dari sini kita masuk ke dalam babak 3.

4. Resolution
Banyak sekali cara dalam mengembangkan dan menyelesaikan babak tiga. Dalam situasi yang genting biasanya keputusan yang diambil sangat ekstrem dan mengadung resiko, biasanya banyak film cenderung kepada keputusan aksi fisik, tetapi bukan berarti aksi fisik adalah jalan satu-satunya dalam menyelesaikan cerita. Misalkan dalam Film Yu Yu Hakusho dalam salah satu episodenya terjadi perang kecerdasan antara Kurama melawan Kaito, ketika itu teman-teman Kurama, Hiei, Kuwabara dan Botan arwahnya berhasil dirampas oleh Kaito si pencipta sebuah ruangan yang mempunyai tabu.

“Bagaimana kalau tabu di dalam ruangan ini aku yang menentukan” kata Kurama, tetap tenang walau arwah teman-temannya sudah ditahan oleh Kaito.

“Silahkan saja, tabu yang seperti apa yang ingin kau mau ?” kata Kaito sambil meremehkan Kurama.

“Setiap menitnya setiap huruf hiragana tidak boleh digunakan dalam setiap kata yang kita ucapkan.” Ujar Kurama.

Ternyata tawaran dari Kurama diterima oleh Kaito yang pada akhirnya terjebak pada kesombongannya sendiri, dan Kurama dapat membebaskan arwah teman-temannya.

Jadi sebuah solusi sudah didapat. Maka babak ke tiga dapat bergulir hingga happy ending.



Sebuah cerita tidak lengkap kalau tidak ada dramanya ibarat kita makan nasi putih cuma pake lauk biasa ngga pake sambel. Nah, unsur drama itulah ”sambel” buat sebuah cerita.
Drama terbangun dari sebuah atau beberapa konflik.

Ada 3 bentuk utama dari Konflik yaitu :
a. Individual vs Individual.
Inilah bentuk konflik yang bersifat langsung sebagai contoh jagoan tradisional lawan penjahat.

b. Individual vs Nature.
Disini sebuah individu melawan kekuatan alam atau kekuatan yang di luar kontrol individu tersebut sebagai contoh sebuah karakter melawan takdir.

c. Individual vs self.

Mungkin inilah bentuk konflik yang paling dinamis dan dramatik, kita bisa menyebutnya konflik dalam diri sendiri. Biasanya seorang karakter berusaha memilih satu diantara dua pilihan yang kebetulan sangat berarti bagi dirinya.

Tugas
- Buatlah sebuah Tema, sinopsis umum dan per episode (2 episode) dengan durasi 30 menit dari cerita yang kamu buat sendiri lengkap dengan perincian karakter dan setting lokasi.

Ket : untuk Karakter harap disertakan karakter secara visual (bisa minta bantuan dari teman-teman yang bisa gambar).

Dikumpulkan 1 minggu setelah pertemuan ini.


6. LANGKAH-LANGKAH PEMBUATAN NASKAH (SCRIPT)

a. Perencanaan
Ketika membuat cerita kita harus banyak mencari referensi yang sesuai dengan tema dan cerita yang ingin kita buat, bisa dari buku, film, majalah, koran, internet dsb.

Tapi ketika kita ingin membuat sebuah naskah yang nantinya akan menjadi panduan pembuatan animasi, kita penulis harus melatih Visual Thinking seperti yang dijelaskan pada pertemuan pertama.

Kita juga harus menginventarisir konflik, maksudnya untuk menjaga momentum, caranya dengan membaca sinopsis sampai hapal dan kita merasakan ada konflik, persahabatan, percintaan, petualangan dsb kemudian kita susun rencana dan membuat prioritas di bagian mana konflik-konflik itu kita tempatkan.

b. Outline
Nah, setelah semuanya siap maka langkah berikutnya untuk membuat naskah adalah membuat Outline.
Mahluk apa sih tuh Outline ? 

Outline atau Treatment atau Breakdown (Bahasa komik) berisi cerita atau alur cerita dalam setiap adegan dari para tokohnya secara kasar belum ada dialog, jadi bisa diartikan sinopsis per adegan dalam setiap babak dari para tokoh.

Contoh Outline :

Sinopsis PION #1

Siang hari di dalam ruangannya Haryo sedang menghadapi kebingungan di dalam hatinya ketika menemukan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Organisasi tentang masa lalunya, maka dia memutuskan untuk menyelinap ke dalam ruang komputer utama Organisasi pada malam hari.

Outline PION #1

Scene 1
Int. Ruang kerja Haryo – siang.

Haryo sedang mengerjakan sesuatu di komputernya, tiba-tiba di hadapannya terlihat layar komputer menunjukkan bahwa data yang dicari oleh Haryo sudah terhapus. Haryo tertegun dan mencobanya lagi tetapi sia-sia, Dia bertanya dalam hati mengapa data yang menyangkut dengan masa lalunya sudah terhapus. Di tengah kebingungannya tiba-tiba Ekspresi wajah Haryo terlihat bahwa dia merencanakan sesuatu.

c. Naskah (Skenario jadi)
Ketika kita menulis Skenario ada sebuah kata mutiara (menurut saya) yaitu naskah harus cair tapi juga kaku, maksudnya naskah kita jangan buat rumit alias njelimet tapi juga harus detil dalam menjelaskan setiap adegan dalam film, ngga njelimet maksudnya kita juga membuat terlalu detil dalam menuliskan bahasa kamera biarkan yang menentukan sutradara atau Storyboard artist karena biasanya mereka akan berkreasi sendiri dan nantinya akan dibagi per shot (cut) oleh mereka yang disesuaikan dengan dialog yang ada.

Ada beberapa istilah kamera yang biasa digunakan dan standar digunakan dalam penulisan skenario.

Fade IN.
Adegan pertama kali akan dimulai.

Fade Out.
Sebuah babak berakhir atau akan diselingi iklan atau sebuah episode berakhir.



Establishing shot.
Sebuah Shot umumnya Long Shot yang berada di awal sebuah adegan/scene yang memperlihatkan seluruh lokasi.

Cut to.
Untuk perpindahan dari satu adegan/scene ke adegan/scene yang berikutnya secara berkesinambungan.

Dissolve to
Ngga jauh beda dengan Cut to. Tapi digunakan untuk adegan Flashback (masa lalu) yang memiliki rentang waktu yang cukup panjang.

V.O (Voice Over).
Suara terdengar, tapi tidak ada orangnya. Biasanya dipakai untuk narasi.


O.S (Off Scene).
Suara terdengar duluan baru karakter muncul belakangan.

Flashback.
Adegan Masa Lalu dari si Tokoh.

Push In (Zoom In).
Kamera bergerak masuk menuju suatu obyek.

Push Out.
Kebalikan dari Push IN.

Mari kita lanjutkan dengan penulisan skenario dari Outline yang sebelumnya sudah dibuat.

Contoh :

Judul Film : PION.
Episode #1 : Black Past.
Cerita/Skenario : Fajar N
Durasi : 22 menit.


FADE IN

Scene 1
Int. Ruangan utama ORGANISASI - sore
ESTABLISHING SHOT – Ruangan Operasi ORGANISASI di tengah ruangan tersebut banyak orang berpakaian rapi hilir mudik.

Cut to..

Scene 2

INT. Ruang Kerja Haryo - Siang
Sebuah ruangan kerja kecil perabotan yang ada hanya 3 buah kursi (dua kursi tamu), sebuah meja kerja, sebuah layar komputer flat, ruang kerja terlihat suram karena hanya diterangi oleh lampu baca dan jendela yang berada di samping ruangan ditutup dengan gerai. Seorang Pria berambut Panjang (Haryo) sedang menghadap di depan layar komputer yang menyala.

Jari Haryo menekan tombol enter, tiba-tiba di layar komputer muncul tulisan yang menginformasikan bahwa data tidak ditemukan. Haryo kaget melihat tulisan tersebut.

HARYO (Kaget) : ”Apa-apaan ini!?”
(2 dtk jeda 1 dtk).

Kemudian sambil melihat ke arah layar, jarinya mulai mengetik di atas keyboard komputer.

Tapi kemudian Layar komputer menunjukkan hasil yang sama dengan sebelumnya.

Akhiirnya Haryo menyerah dengan menjatuhkan punggungnya ke sandaran kursi sambil menggelengkan kepalanya.

Kemudian ekspresi wajahnya berubah dari kaget bercampur heran dan kesal menjadi ekspresi merencanakan sesuatu.

(Estimated Time : ½ - 1 menit).

Cut to...

Di atas adalah contoh penggalan skenario, jadi selain memberikan detil tempat serta peristiwa yang terjadi di dalam scene/adegan kita juga harus memberikan panduan waktu bagi para pengisi suara (Dubber), dan perkiraan waktu yang diperlukan untuk keseluruhan adegan.

Tugas
Buat sebuah Outline dan skenario dari sinopsis yang sudah dibuat.

Dikumpulkan untuk pertemuan berikutnya.

7. Membangun Plot dan cerita

a. Apa yang membuat sebuah cerita menarik
Sebuah cerita menjadi menarik apabila ada karakter inti (Utama) terlibat dalam sebuah peristiwa yang menarik. Sebuah cerita harus mempunyai bagian awal, tengah dan akhir, walaupun tidak harus dengan urutan seperti itu.

Ketika saya menulis atau membuat cerita, saya mengambil langkah seperti Joe Edkin (Penulis komik Quicksilver) yaitu memberikan kesan kepada saya sendiri bahwa cerita yang saya buat adalah sebuah gambar yang besar yang terbagi dari bagian-bagian kecil. Jadi ketika membangun sebuah cerita saya menganggapnya seperti menyelesaikan permainan puzzle.

Jadi ketika sebuah cerita atau film menjadi tidak menarik, biasanya diakibatkan adanya pecahan bagian yang hilang.

b. Mantelpiece Rule
Seorang penulis dari Rusia bernama Anton Chekov menyatakan ”Apabila kamu menaruh pistol di atas perapian, pasti pada akhirnya akan ditembakkan.” artinya ketika misalkan kamu di awal cerita menampilkan seorang tokoh yang bisa terbang maka pada akhir cerita kamu harus menampilkan tokoh tersebut terbang lagi pada akhir cerita. Atau jangan menampilkan sesuatu yang membingungkan apabila pada akhirnya penonton tidak akan melihatnya lagi.

Jadi jika kamu ingin menampilkan bahwa tokoh tersebut bisa terbang di awal cerita, maka kamu perlu membangun cerita yang menjelaskan bahwa tokoh tersebut harus bisa terbang atau bisa terbang. Hal ini adalah masalah bermain adil dengan penonton. Artinya semua yang penonton butuhkan untuk mengerti setiap cerita atau episode harus kita perlihatkan pada episode atau cerita.

Penonton senang akan misteri tetapi mereka sangat tidak suka kalau dibuat bingung. Misteri adalah serangkaian teka-teki yang mempunyai jawaban, kalau kita tidak memberikan semua pecahan teka-teki kepada penonton, maka mereka akan merasa dibuat bingung, kemudian marah dan terakhir cuek akan cerita kita.

Tugas
mendiskusikan setiap karya (Sinopsis dan skenario) yang sudah dibuat.


VISUAL PROPOSAL

Visual Proposal: Sebuah Penjelasan
Pandangan dan Pengamatan atas Eksplorasi sebuah media
sebagai kegiatan sosial dalam pengembangan kapasitas masyarakat
Disusun bersama Laporan Kemajuan kerjasama Yayasan Konfiden
dan GEF SGP Indonesia, 14 September 2005
[Unduh makalah]
Daftar Isi
[Pengantar] •Latar Belakang
[Tujuan Pembuatan] • Peralatan yang diutamakan • Tim inti produksi
[Metode Produksi] • Tahapan dalam produksi • Kerangka isi • Metode pengumpulan informasi
PENGANTAR
Dalam pelaksanaan sebuah kegiatan yang memiliki tujuan untuk membantu pemenuhan kebutuhan masyarakat (dapat disebut sebagai kegiatan sosial), terkadang kita melakukan hal-hal baru. Sesuatu yang kemunculannya dapat terjadi akibat keadaan tertentu dalam proses pengembangan (dapat disebut sebagai tindakan improvisasi) kegiatan itu sendiri. Sebuah hasil berupa metode tertentu yang diciptakan untuk mencapai hasil yang optimal dari pelaksanaan kegiatan tersebut (dapat disebut juga sebagai penemuan).
Demikian pula kegiatan yang kemudian dinamakan visual proposal. Kegiatan ini muncul dan kemudian dikembangkan sebagai metode pendekatan baru dalam pengembangan kegiatan sosial. Selanjutnya, riset dilakukan untuk mencari persamaan atas metode yang dikembangkan melalui penelusuran berbagai media telah dilalui. Penggodokan metode dan riset dilakukan untuk mencari acuan tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan metode yang sedang dikembangkan. Dari penelusuran itu tidak ditemukan referensi tentang metode yang dimaksud dan yang pernah melakukannya, sehingga dapat dipastikan bahwa metode tersebut adalah hal yang benar-benar baru.
Walau demikian, metode ini masih dalam proses pengembangan dan bukanlah sesuatu yang utuh atau selesai. Penekanan ini penting sebagai pijakan ketika membaca penjabaran metode kegiatan visual proposal. Untuk itu perlu dipahami pula bahwa proses yang didapat dari berkembangnya pemikiran serta implementasi visual proposal di lapangan masih berlangsung di masa depan.
Penjabaran visual proposal ini berangkat dari sudut pandang pihak yang secara profesional melakukan pekerjaan di bidang perfilman/audio visual. Hasil penjabaran ini ditujukan bagi para pembuat film, komunitas lokal, lembaga swadaya masyarakat, dan/atau lembaga donor yang hendak menerapkan metode tersebut. Informasi yang disampaikan dalam penjabaran ini bukanlah sebuah acuan dan aturan metodologi yang bersifat absolut dan mutlak. Dalam pelaksanaan kegiatannya, metode visual proposal ini terbuka pada setiap proses berpikir dan penerapannya di lapangan.


LATAR BELAKANG VISUAL PROPOSAL

Istilah visual proposal digunakan untuk mewakili satu bentuk usulan, tawaran, rekomendasi (proposal) yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat yang disampaikan dalam media audio visual. Visual proposal adalah sebuah metode pemanfaatan media audio visual (film/video) yang benar-benar dapat mewakili dan menyampaikan tujuan, pesan, dan kebutuhan masyarakat secara menyeluruh kepada pihak-pihak tertentu di luar masyarakat tersebut, terutama dalam hal ini adalah lembaga pendana (donor).
Pembicaraan pertama mengenai ide pembuatan visual proposal ini muncul pada pertengahan tahun 2003. Pada waktu itu diskusi terjadi dengan pihak GEF SGP Indonesia (Avi Mahaningtyas). Hal ini muncul berkaitan dengan program yang akan dilaksanakan GEF SGP Indonesia pada Anak Rimba Rombong Tumenggung Mirak di Bukit Dua Belas. Kenyataan yang ada pada waktu itu adalah pelaksanaan program tersebut haruslah berdasarkan atas pengajuan proposal. Anak Rimba harus menyampaikan kebutuhannya dalam sebuah proposal yang ditujukan kepada GEF SGP Indonesia. Tapi kenyataannya, mereka tidak terbiasa dengan budaya baca tulis. Idealnya adalah ada lembaga lokal yang membantu memfasilitasi mereka (dan sebenarnya memang ada kelompok yang mewakili yaitu Rumah Sokola-Butet Manurung). Tetapi ternyata GEF SGP Indonesia berpikiran lain. Ide yang muncul adalah bagaimana melibatkan secara langsung masyarakat yang menjadi sasaran kegiatan. Berdasarkan pemikiran penguatan kapasitas masyarakat itulah, muncul ide untuk membuat sesuatu kegiatan (dalam hal ini proposal) yang melibatkan langsung masyarakat Anak Rimba sejak proses awal kegiatan.
Maka, terjadilah sebuah diskusi tersendiri tentang hal-hal teknis maupun non teknis dari ide tersebut. Diskusi kemudian mengarah pada pembentukan sebuah metode tertentu berpijak pada ide tersebut. Apakah nama metode ini? Apakah bisa berhasil? Adakah yang pernah melakukannya? Dan pertanyaan kecil lainnya muncul. Setelah menemukan bahwa tidak ada metode sejenis dari pemanfaatan media audio visual bagi kepentingan pembuatan proposal dari masyarakat yang pernah dilakukan, timbul sebuah kesulitan tersendiri.

TUJUAN MEMBUAT VISUAL PROPOSAL

Sampai saat ini keberadaan visual proposal hanyalah sebagai pendukung dari proposal biasa (tertulis). Visual proposal tidak bisa menggantikan peran keseluruhan dari proposal tertulis. Seperti yang kita tahu, media audio visual adalah media yang paling efektif dalam menyampaikan pesan maka sebagai pendukung sangat wajar apabila membuat keseluruhan materi proposal ini (bersama-sama dengan materi tertulis) menjadi lebih baik. Keberadaan media ini bisa menutupi kekurangan-kekurangan yang ada pada penyampaian tertulis.
Apakah perlu kita melakukan ini? Dengan tidak populernya media ini sebagai pengantar sebuah proposal maka tentu saja jawabnya adalah tidak. Tapi apabila kita mengetahui kekuatan media ini dan bisa memanfaatkannya sebagai penunjang cara yang sudah ada maka jawabannya bisa sangat relatif, tergantung tingkat kebutuhan dari masyarakat/lembaga yang bersangkutan.
Berikut adalah kelebihan-kelebihan yang bisa dipetik dari visual proposal :
• Masyarakat Sebagai Aktor Utama
“Kegiatan ini tidak sesuai dengan keinginan masyarakat.” Kenyataannya memang demikian. Tidak sedikit kegiatan-kegiatan yang berasal dari sebuah lembaga/donor yang tidak melakukan koordinasi dan diskusi terlebih dahulu dengan masyarakat (penyebabnya bisa bermacam-macam. Skenario yang sering muncul adalah sebuah lembaga membuat program berdasarkan kebijaksanaan lembaga mereka kemudian mereka mencari daerah sasaran program yang akan mereka laksanakan). Sebuah lembaga/donor hanya melihat sebuah permasalahan secara besar yang terjadi pada sebuah masyarakat. Dengan kata lain sebuah lembaga/donor hanya melihat permasalahan dari sudut pandang mereka sendiri dan yang lebih memperparah, lembaga/donor tersebut menerapkan cara-cara pemecahan masalah menurut apa yang mereka pikirkan, yang sebenarnya belum tentu sesuai dengan cara yang ada pada masyarakat tersebut dalam memecahkan sebuah masalah yang ada. Skenario ideal dari kondisi di atas adalah sebuah lembaga memikirkan ide dari sebuah program lalu mereka mendatangi masyarakat/daerah yang menjadi sasaran akan pelaksanaan kegiatan untuk kemudian menjelaskan ide tersebut dan merencanakan bersama-sama dengan masyarakat apa dan bagaimana kegiatan akan berlangsung (dan tidak lari dari kebijaksanaan lembaga yang bersangkutan). Setelah itu rencana dari kegiatan tersebut diajukan dalam bentuk proposal kepada pihak pendana.
Keberadaan sebuah visual proposal bisa menjembatani keadaan di atas karena masyarakat mempunyai peranan kunci terhadap penyampaian permasalahan yang ada secara langsung dan jujur. Mereka ditempatkan pada posisi aktif dalam penentuan sebuah aksi. Dengan begitu pembuatan visual proposal secara otomatis sudah sesuai menurut apa yang mereka inginkan. Tugas lembaga/donor hanya mengembangkan keinginan tersebut agar lebih tajam dan aplikatif dengan keadaan-keadaan yang ada (seperti besarnya dana kegiatan, ketersediaan SDM, dan lain-lain).
• Akuntabilitas kegiatan
Dengan penempatan masyarakat pada posisi utama dalam kegiatan, posisi kegiatan pun akan memiliki pertanggungjawaban penuh. Media ini bisa menjadi alat untuk permasalahan akuntabilitas.
• Sebagai alat verifikasi
Dengan terdokumentasinya apa yang menjadi keinginan dari masyarakat, maka secara tidak langsung media ini akan menjadi alat verifikasi yang efektif. Di kemudian hari tidak ada lagi alasan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan tidak sesuai dengan kemauan mereka.
• Sebagai alat kontrol dan evaluasi
Metode ini juga bisa dipakai sebagai alat kontrol pada kegiatan yang sedang berlangsung; sesuai tidaknya kegiatan dengan rencana. Selain itu metode ini juga bisa dimanfaatkan sebagai alat bantu evaluasi kegiatan secara keseluruhan.
• Sebagai penguatan kapasitas masyarakat.
Secara tidak langsung, pemanfaatan media ini akan mengangkat kapasitas masyarakat. Antara lain:
1. membuat masyarakat lebih aspiratif
2. membuat masyarakat lebih berperan terhadap penentuan nasib mereka sendiri
3. memberikan cara alternatif menyampaikan pesan
Peralatan utama produksi visual proposal
Peralatan utama untuk memproduksi visual proposal haruslah mengacu kepada pembiayaan dan keadaan lapangan. Berikut adalah peralatan utama yang dibutuhkan.
• 1 buah kamera digital dengan format (minimum) miniDV (PD 150/170, Canon XL1, atau kamera video sekelas lainnya).
• Satu set peralatan pendukung kamera (tripod, baterai cadangan, kaset miniDV)
• Satu set peralatan perekam suara (boom microphone, clip on beserta peralatan pendukungnya)
• Satu set peralatan editing
Berdasarkan pembuatan visual proposal selama ini, terdapat catatan tambahan dalam penggunaannya. Catatan pengalaman ini patut dijadikan acuan untuk menunjang efektifitas pembiayaan dan pemanfaatan peralatan tersebut berdasarkan konteks di lapangan. Catatan tersebut adalah sebagai berikut:
• Penggunaan kamera video yang paling cocok untuk konteks saat ini adalah kamera Sony PD 170 dengan menggunakan format perekaman DVCAM (atau kamera merk lain yang mampu merekam dengan format DVCAM). Menggunakan kamera video jenis lain di atas format tersebut (seperti Betacam) masih terasa lebih berat. Jangan menggunakan format HDTV karena format ini masih terbilang baru dan masih sangat mahal biaya produksinya (walaupun termasuk dalam kategori kamera video). Banyak alasan kenapa jenis kamera ini yang dipilih daripada jenis kamera selluloid (16m/32m), antara lain:
o Harga sewa lebih murah
o Harga bahan baku (kaset miniDV) lebih murah
o Biaya pasca produksi lebih murah
o Fleksibel/lebih ringan
o Tidak membutuhkan peralatan pendukung lainnya sebanyak (dan seberat) kamera selluloid

Kekurangan format video yang paling terasa adalah pada kualitas gambar yang dihasilkan bila dibandingkan dengan format selluloid.
• Untuk penggunaan tripod usahakan menggunakan tripod yang tidak terlalu berat dan mahal harga sewanya. Usahakan membawa tripod yang sudah menjadi satu paket penyewaan dengan kamera.
• Bawa baterai cadangan dengan memperhitungkan keadaan lokasi dan shooting. Kalau ternyata lokasi shooting sangat berat, contohnya lokasi shooting ada di dalam hutan dan harus menetap selama seminggu dan tidak ada sumber listrik (untuk recharge baterai kamera), boleh dipertimbangkan untuk membawa mini generator.
• Usahakan membawa kaset miniDV cadangan
• Peralatan perekam suara yang dibawa adalah 1 set boom microphone yang terdiri dari 1 buah microphone, 1 buah boom stand, satu set clip on, dan satu buah portable sound mixer. Perekaman suara dilakukan langsung pada materi kamera (DVCAM). Apabila mau membawa materi rekaman cadangan bisa memakai ‘miniDisk’
• Untuk proses editing cari penyewaan studio yang tidak terlalu mahal. Rencanakan dengan benar mengenai pemanfaatan studio ini. Hindari pemakaian studio yang lama.
Tim produksi yang diutamakan dalam pembuatan visual proposal
Dengan mengacu pada sektor biaya, maka sesedikit mungkin orang (filmmaker) yang terlibat semakin baik. Karena secara otomatis akan mengurangi pembiayaan. Untuk produksi visual proposal ini setidaknya kita bisa menghitung kebutuhan “maksimum yang ideal” untuk kebutuhan SDM pada proses kegiatan ini. “maksimum yang ideal” berhubungan dengan penyesuaian yang dilakukan dengan mengacu kepada biaya. “maksimum” karena acuannnya adalah semakin sedikit semakin baik. ”ideal”, karena alasan ruang lingkup kegiatan sosial (lagi-lagi karena masalah biaya).
SDM yang diperlukan adalah
• 1 orang Sutradara yang merangkap peran sebagai Produser
• 1 orang Cameraman
• 1 orang Sound recordist
• 1 orang Editor
Variasi tim sangat tergantung dari kemampuan masing-masing SDM yang terlibat. Sebagai contoh, bisa saja variasinya menjadi 1 orang Produser, 1 orang Sutradara, 1 orang Cameraman yang merangkap Sound Recordist, dan 1 orang Editor.
Dari variasi tim di atas mungkin ada pertanyaan yang muncul, “Apakah orang yang pekerjaannya rangkap akan mendapatkan honorarium yang rangkap pula?”. Tentu saja jawabnya adalah tidak. Inilah fungsi dari penyamaan dan penetapan visi sebelum melaksanakan pembuatan visual proposal ini lebih lanjut.

METODE PRODUKSI VISUAL PROPOSAL

Bagian ini merupakan bagian tersulit untuk dipaparkan. Bukan saja karena banyaknya sudut pandang yang ada tetapi terlebih lagi bahwa pembelajaran ini belumlah berakhir. Tapi dengan waktu dan pembelajaran yang sudah dilalui setidaknya sudah dapat ditarik kesimpulan (walaupun sifatnya tidak baku dan masih bisa berkembang di masa-masa yang akan datang) yang bisa dijadikan acuan untuk pembuatan visual proposal lainnya.
Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam membuat sebuah visual proposal, yaitu hal non teknis dan hal teknis.
Hal-hal non teknis yang harus diperhatikan:
1. Sudut pandang
Sudut pandang di sini adalah sudut pandang kepentingan yang menentukan kreativitas serta isi dari visual proposal tersebut. Karena kegiatan ini kegiatan kolektif (melibatkan dua kelompok kepentingan atau lebih) dan berjalan pada jalur kegiatan sosial, maka penyamaan sudut pandang sangat perlu dilakukan. Hal ini untuk meredam bentroknya kepentingan saat proses berlangsung. Diskusi-diskusi harus sering dilakukan untuk hal ini. Yang paling utama perlu disadari adalah pentingnya satu pandangan dasar yang sama dari semua pihak yang terlibat, bahwa kegiatan ini untuk membantu masyarakat. Kepentingan-kepentingan lain (seperti kepentingan kelembagaan) hanyalah berupa tambahan dan haruslah menyesuaikan kepada kepentingan utamanya, yaitu kepentingan masyarakat sasaran kegiatan.
2. Pembuatan visual proposal sebagai salah satu kegiatan sosial
Apakah pembuatan proposal termasuk kegiatan sosial? Tentu saja tidak. Metode ini bisa diterapkan oleh siapapun dan untuk kepentingan apapun. Tapi pembahasan ini akan mengambil kerangka kegiatan sosial, karena ide ini berkembang dari sana dan untuk kepentingan masyarakat (sosial).
Berikut hal-hal yang dipengaruhi oleh keadaan ini:
• Pembiayaan
Berada pada kerangka sosial berarti dalam pengembangannya terdapat penyesuaian-penyesuaian yang harus dilakukan, terutama dalam hal pembiayaan. Biaya produksi film/video tidak murah. Kalau kita mengikuti standar ideal dari sebuah produksi film untuk pembuatan visual proposal, maka bisa dipastikan kegiatan akan sulit diakukan. Seperti apa sebenarnya kondisi ideal dalam produksi sebuah film? Walaupun pada kenyataannya biaya untuk memproduksi sebuah film relatif sifatnya (dari puluhan juta sampai milyaran rupiah; tergantung konsep, durasi, dan tingkat kesulitan masing-masing film), tetapi secara garis besar kita bisa menentukan kondisi ideal yaitu dengan menggunakan peralatan serta sumber daya manusia (SDM) yang baik dan cukup, yang mengacu kepada satu pemikiran untuk memproduksi film (isi dan artistik) yang baik.
Penyesuaian ini dilakukan untuk menghindari besarnya biaya produksi sehingga kegiatan ini dapat dilakukan (setelah menghitung untung dan rugi terhadap keseluruhan kegiatan yang akan ditawarkan melalui visual proposal). Karena tanpa adanya penyesuaian bisa saja terjadi jumlah biaya yang dibutuhkan untuk memproduksi visual proposal itu akan lebih besar dari jumlah biaya yang diminta untuk kepentingan kegiatan yang ditawarkan dalam visual proposal itu sendiri. Tentu saja kalau kalau dihitung untung dan rugi maka kesempatan pembuatan visual proposal ini sangat kecil untuk dilakukan.
• Prioritas acuan dalam proses kreatif
Pada produksi sebuah film, isi cerita dan artistik (yang mengacu kepada film yang akan diproduksi saat itu) dari sebuah film merupakan bagian yang terpenting dan mendapatkan porsi perhatian serta pembahasan yang lebih dari biaya. Dengan kata lain pertanyaannya adalah “Berapa biaya untuk memproduksi film (dengan isi cerita dan artistik seperti ini) ini?” bukan “Dengan biaya yang ada, film seperti apa yang akan kita produksi?”. Walaupun untuk selanjutnya ada penyesuaian-penyesuaian dari isi cerita dan artistik terhadap biaya tetapi tetap saja prioritas yang ditetapkan adalah untuk kepentingan isi dan artistik baru kemudian pembiayaan.
Dalam kasus pembuatan visual proposal di dalam konteks kegiatan sosial maka penyesuaian yang dilakukan akan lebih besar lagi. Pertanyaan yang timbul dari keadaan ini adalah “Bagaimana kita membuat film yang baik dengan biaya yang kecil?”. Sebetulnya apa definisi dari “film yang baik”? Relatif. Banyak sekali indikator yang dipakai orang dalam menentukan sebuah film yang baik, belum lagi unsur subyektif yang ikut mencampuri penilaian itu sendiri. Untuk kasus ini kita sepakati saja bahwa fim yang baik adalah film yang mampu menyampaikan isi (pesan)(dari masyarakat) yang dibawanya kepada penonton yang menjadi tujuan dari pembuatan visual proposal ini (pihak pendana).
Dengan tidak mengenyampingkan isi dan artistik sama sekali maka semua pemikiran kreatif dalam proses pelaksanaan visual proposal ini harus mengacu kepada biaya yang sekecil-kecilnya. Memang secara otomatis hal ini akan mengakibatkan perbedaan yang sangat besar dari proses berpikir dan produksi sebuah film pada umumnya, tapi sekali lagi inipun termasuk dalam konsekuensi dari kegiatan sosial, bahwa hal utama yang dipikirkan lebih kepada idealisme dan sosialisme itu sendiri.
Kenapa hal ini perlu dilakukan? Hal ini untuk meredam pemikiran kreatif dari seorang (atau sekelompok) pembuat film yang biasanya ingin yang terbaik dari produksi film yang akan dia kerjakan, yang cenderung mengakibatkan biaya yang tinggi. Dengan melakukan sedikit modifikasi dari kepentingan kreatif tersebut maka pembuat film akan mengeluarkan kreativitas terbaiknya dari biaya yang ada. Tentu saja hal ini harus sudah dipahami sebelumnya oleh pembuat film yang bersangkutan, karena kalau tidak hal ini akan menjadi ganjalan yang tidak mengenakkan baginya dan akhirnya pembuat film tersebut tidak dapat mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
• Penyesuaian SDM dan Peralatan
Pengadaan SDM dan peralatan juga harus mengalami penyesuaian. Pengurangan SDM dan peralatan yang dipakai selama produksi (dengan seksama) secara otomatis akan mengurangi biaya. Konsekuensinya kita harus mencari orang yang memiliki kemampuan di banyak bidang produksi film. Kebutuhan minimal yang masih dibilang longgar adalah terdiri dari seorang Produser/Sutradara, Kameraman, Soundman, dan Editor. Kondisi ekstrem adalah ketika produksi dilakukan oleh satu orang yang bertindak sebagai Produser, Sutradara, Kameraman, Soundman, dan Editor. Tapi tentu saja sangat sulit mencari orang tersebut; seseorang yang menguasai dan melaksanakan semua profesi dalam pembuatan sebuah film sekaligus mau bekerja pada ruang lingkup sosial.
Dari sisi peralatan kita hanya bisa membawa satu buah video kamera, beberapa baterai cadangan, satu buah tripod, serta satu set microphone.
Hal-hal teknis yang harus diperhatikan:
Dengan kondisi-kondisi di atas muncul satu pertanyaan: Apakah bisa menghasilkan film yang baik? Di sinilah sebenarnya tantangan dan peran kreatif dari pembuat film. Hal ini sangatlah tergantung dari masalah non teknis, yaitu determinasi dan kreativitas para pembuat film dan koordinasi dengan masyarakat/lembaga/donor terhadap keseluruhan kegiatan. Tentu saja konsekuensi dari pembuatan visual proposal tersebut (terlepas baik atau tidaknya) haruslah menjadi tanggungjawab bersama antara pembuat film dan masyarakat/lembaga/donor.
Tahapan dalam produksi visual proposal
Langkah-langkah dalam pembuatan visual proposal adalah sebagai berikut:
1. Penyamaan Visi. Proses ini adalah sangat penting dilakukan karena inilah dasar dari koordinasi kegiatan visual proposal. Pembuat film bersama-sama masyarakat/lembaga harus mempunyai pandangan yang sama terhadap produksi ini. Penyamaan visi ini meliputi:
o Kegiatan ini bertujuan membantu masyarakat. Kepentingan masyarakat merupakan kepentingan utama.
o Mengacu kepada biaya produksi yang kecil
2. Riset dan Pengembangan Ide. Pada proses ini kita menentukan:
o Masalah yang akan diangkat
o Jumlah materi/data yang tersedia dan yang akan digali dari pembuatan visual proposal ini
o Pihak yang dituju visual proposal
o Analisa permasalahan dan kelemahan yang ada
o Alur proses pembuatan visual proposal
o Konsolidasi dengan masyarakat/lembaga atau donor tentang eksekusi di lapangan
3. Perancangan Produksi
o Pembentukan alur cerita/isi visual proposal
o Biaya yang diperlukan
o Jumlah sdm yang terlibat
o Jangka waktu produksi
o Langkah antisipasi terhadap hal-hal di luar perhitungan
4. Produksi
o Mendapatkan semua data/gambar yang diperlukan untuk menunjang alur cerita yang sudah dibuat
o Mengambil gambar sebanyak-banyaknya (untuk cadangan)
5. Pasca Produksi
Prioritas utama adalah pada pesan. Editing gambar haruslah singkat, padat, langsung mengarah kepada permasalahan-permasalahan kunci yang akan disampaikan. Pada tahap ini kita juga menentukan permasalahan-permasalahan apa yang akan kita masukkan ke dalam film mengacu kepada pihak yang akan menjadi tujuan visual proposal ini (donor). Pada praktiknya bisa saja masalah yang didapat selama proses produksi itu tidak sesuai dengan kebijaksanaan dari lembaga/donor yang menjadi tujuan visual proposal ini. Kalau dirasakan perlu, buat versi lainnya dari materi yang ada untuk nantinya didistribusikan kepada donor lain.
6. Verifikasi
Melakukan verifikasi draft editing (sebelum hasil akhir diselesaikan) dengan cara mempertontonkannya kepada masyarakat yang menjadi subyek dalam visual proposal tersebut. Apa semua isi yang ada pada draft tersebut sudah sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Hal ini penting sebagai bagian dari akuntabilitas kegiatan.
7. Distribusi
Mengajukan visual proposal tersebut bersama-sama bahan tertulis lainnya kepada pihak donor.
Pada bagian riset dan pengembangan ide perlu diperhatikan bahwa kita akan membuat sebuah ‘proposal’. Jadi ada baiknya mencari referensi cara membuat proposal yang baik (bisa memanfaatkan proposal tertulis).
Kerangka isi visual proposal
1. Pembuka
Pada bagian ini terdapat informasi-informasi umum kondisi masyarakat. Hal ini mencakup:
o Penjelasan geografis. Lokasi geografis desa/tempat masyarakat tersebut.
o Penjelasan social. Keadaan-keadaan sosial yang ada (contoh: masyarakat adat yang sebagian besar penduduknya adalah petani).
o Informasi-informasi penting lain (baik yang sudah ada maupun yang sedang terjadi selama proses dilaksanakan) dari masyarakat yang dapat menunjang penilaian bagi pendana (contoh: pertemuan/diskusi yang terjadi dalam penentuan serta pemecahan masalah)
2. Permasalahan
Berisi semua permasalahan yang ada pada masyarakat sejelas-jelasnya. Penguraian permasalahan dari berbagai sumber akan lebih baik (contoh: untuk mendapatkan permasalahan yang ada pada petani, dapatkan penguraiannya dari beberapa petani)
3. Pemecahan permasalahan
Pemecahan masalah harus berasal dari masyarakat itu sendiri. Ini akan memperjelas apa kira-kira kegiatan yang akan mereka lakukan untuk mengatasi masalah yang ada.
4. Penutup
Bagian ini hanya sebagai pelengkap secara keseluruhan. Informasi-informasi lain yang dianggap penting untuk disampaikan bisa dimasukkan (contoh : Apa yang kami rencanakan untuk kegiatan ini hanyalah awal pergerakan. Untuk selanjutnya kami, setelah berakhirnya kegiatan ini akan tetap menjalankan/menerapkan apa yang sudah didapat.)
Pada bagian ini informasi kelompok-kelompok yang terlibat dalam proses pembuatan visual proposal juga dimasukkan.
Harus ditekankan pada akhir film bahwa permasalahan yang ada adalah nyata dan pemecahan permasalahan yang ada sesuai dengan apa yang dipikirkan/dimaui oleh masyarakat. Apabila tidak bisa menyampaikan informasi dengan perekaman gambar, hal ini bisa dibantu dengan pemanfaatan elemen grafis (peta, chart, teks, dll).
Metode pengumpulan informasi dalam proses produksi
Ada banyak metode yang bisa digunakan untuk mendapatkan semua informasi yang dibutuhkan. Hal ini sangat tergantung dari kegiatan itu sendiri dan keadaan masyarakat. Metode bisa dilakukan antara lain dengan cara diskusi dengan sekelompok perwakilan representatif dari masyarakat dan bisa dilakukan dengan wawancara yang isinya mengarah kepada pengungkapan serta pemecahan masalah yang ada pada masyarakat tersebut.
Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan informasi-informasi ini adalah:
• Cara pengumpulan informasi (pada saat shooting) sebaiknya sudah ditentukan pada saat pra produksi. Lakukan riset dan koordinasi mengenai keadaan masyarakat.
• Berpikir dan bertindak fleksibel. Belum tentu semua yang terjadi pada saat shooting seperti apa yang telah kita rencanakan. Bersikaplah fleksibel dengan tetap mengacu kepada tujuan dari kegiatan.
• Lakukan cara-cara yang bisa diterima masyarakat. Intinya adalah untuk mendapatkan kepercayaan dari mereka. Dengan rasa kepercayaan yang ada maka tidaklah sulit bagi kita untuk mendapatkan informasi-informasi yang jujur.
• Komunikatif. Berikan pertanyaan-pertanyaan yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Jangan menggunakan bahasa-bahasa yang terlalu tinggi (hindari pemakaian bahasa-bahasa akademik).
• Tempatkan mereka pada posisi penentu. Beri dan tekankan pertanyaan kepada mereka bahwa apa yang mereka jawab adalah dari dan untuk mereka sendiri, dan bahwa keberadaan tim di sana hanya sebagai pihak yang membantu.

PENUTUP
Visual proposal dalam ruang lingkup kegiatan sosial adalah sebagai media penyampaian kebutuhan secara langsung masyarakat sasaran kegiatan kepada pihak pendana dengan bantuan lembaga yang mewakili masyarakat tersebut. Ketiga pihak ini harus menyamakan pandangan tentang konsep visual proposal dan bekerjasama dalam pembuatannya. Sebagai sesuatu yang baru, metode ini masih terbuka untuk berkembang disesuaikan dengan kondisi masyarakat sasaran kegiatan. Satu hal yang perlu ditekankan adalah bahwa metode visual proposal ini ditujukan sebagai kegiatan sosial yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan, solidaritas, dan keadilan.


Hasil Penelitian
• Peranan Promosi Humas dalam Menumbuhkan Motivasi Membuat Film
Siti Kholifah (Skripsi sarjana ilmu komunikasi Universitas Sahid Jakarta: 2001)
• Semangat ‘Indie’: Sebuah pembahasan tentang keberadaan dan makna
gerakan film independen di Indonesia
Joanne Sharpe (Studi lapangan pada program Australia Consortium for in Country Studies, kerjasama Universitas Muhammadiah Malang dan University of New South Wales: 2002)
• Crossroads; Paths of Cultural Re-traditionalization,
and Detraditionalization under New Order rule
Katinka van Heeren (Tesis pada Leiden University:2000)
• Kertas Posisi (Draft pertama dan kedua)
Kebijakan Perfilman Indonesia: untuk hak asasi berkreasi, berkomunikasi, memperoleh informasi dan persatuan bangsa menuju Indonesia sejahtera.
Hinca IP Pandjaitan & Dyah Aryani (Indonesia Media Law & Policy Centre:2001)
• Paper of Film Regulation in Australia
Deb Verhoeven, (RMIT Univerity, Australia: 2001)

Makalah
• [Visual Proposal: Sebuah Penjelasan | Tim Yayasan Konfiden]
Deskripsi: pandangan dan pengamatan atas eksplorasi sebuah media sebagai kegiatan sosial dalam pengembangan kapasitas masyarakat.
• [Widening Funding Access for Indigenous Peoples’ Groups
through the Use of Video Proposals | Dedy Arnov & Avi Mahaningtyas]
• [Abstraksi Panduan Lokakarya Produksi Film | Tim Yayasan Konfiden]
• [Kemajemukan Karya Sinema Indonesia | Alex Sihar]
• [Film in Education | C. Schuster]



YANG DI LAKUKAN OLEH SINEMATOGRAFER

Yang awam dalam dunia moviemaking mungkin pernah bertanya-tanya. Apa sih tugas sinematografer. Kalau tugas fotografer membuat foto, berarti tugas sinematografer membuat sinema donk. Tapi bukannya yang membuat film itu adalah sutradara?
Sinematografer merupakan gabungan dari dua kata yaitu sinema dan fotografer. Sinematografer tidak sama dengan sutradara. Sutradara selalu mempunyai ide mengenai bagaimana sebuah adegan ditampilkan. Sinematografer lah yang bisa membuatnya terjadi. Seorang sinematografer memiliki keahlian tinggi dalam teknik dan artistik penggunaan kamera. Ia bisa menciptakan sebuah atmosfir yang tampak dalam hasil rekaman kamera.
Dalam bekerja, sinematografer harus selalu melihat adegan melalui kamera dan memastikan kualitas gambar adegan tersebut sesuai dengan kemauan sutradara. Dalam hal ini sinematografer mempunyai hak untuk mengatur pencahayaan. Sinematografer juga berhak memilih lensa dan filter mana yang digunakan untuk menciptakan atmosfir yang diinginkan.
Seorang sinematografer yang berpengalaman sering kali berperan juga sebagai second unit director yang bertanggung jawab untuk mengambil gambar background utama. Banyak film-film besar yang bisa menjadi besar karena karya sang sinematografer. Contohnya adalah film garapan Orson Welle yaitu Citizen Kane. Sinematografer Greg Toland menciptakan sebuah gerakan kamera yang belum pernah terpikir sebelumnya dalam seluruh film yang pernah dibuat dalam sejarah perfilman.
Menjadi seorang sinematografer butuh latihan teknik kamera dan video equipment selama bertahun-tahun. [rad]
Sumber foto: comcast.net


FILM DOKUMENTER BERMASA DEPAN CERAH
Kamis, 01 April 2004

Ada anggapan yang dapat digeneralisir bahwa film dokumenter melulu berkaitan dengan masa lalu, dengan sejarah, dan hal-hal yang berbau kuno-yang membosankan. Jikapun film-film Discovery Channel cukup mendapat tempat sebagai acara televisi, adakah formatnya sebagai film dokumenter terperhatikan oleh penonton kita?
Fred Wibowo bisa jadi sedikit diantara tokoh perfilman dokumenter Indonesia yang menonjol. Awal karir Fred Wibowo dimulai tahun 1985 sebagai kameramen, hingga akhirnya menjadi sutradara. Tahun 1991 meraih penghargaan Special Award dari Prix Futura Berlin lewat filmnya yang berjudul Learning from Borobudur. Tahun 1992 meraih tiga penghargaan dari ajang festival internasional. Selain itu, berbagai penghargaan lain juga pernah didapatkannya, salah satunya lewat film Farmers Laboratory memperoleh Special Award dari USA.

Ada anggapan yang dapat digeneralisir bahwa film dokumenter melulu berkaitan dengan masa lalu, dengan sejarah, dan hal-hal yang berbau kuno-yang membosankan. Jikapun film-film Discovery Channel cukup mendapat tempat sebagai acara televisi, adakah formatnya sebagai film dokumenter terperhatikan oleh penonton kita?

Salah satu hal yang menarik perhatian penonton televisi adalah acara yang dapat menampilkan sesuatu yang sesuai dengan aslinya, yang tidak direkayasa. Entah itu kisah tentang mahluk hidup, kebudayaan masyarakat di pedalaman, atau apa saja yang ada dalam kehidupan. Dokumenter bisa jadi sangat aktual, karena digali dari sesuatu yang digali dari hal-hal yang baru. Karena itu, maka film dokumenter tidak bisa didramatisir seenaknya.

Keadaan perfilman yang sempat terhenti berbareng dengan krisisnya ekonomi juga membuat film dokumenter sulit berkembang, sehingga para sineas muda berusaha membuat film dengan biaya produksi rendah. Tentunya sulit menampilkan sebuah film yang menarik dengan biaya produksi yang rendah. Pun, masyarakat yang sudah jenuh dengan 'serba-kesederhanaan' ini lebih memilih tontonan yang menjual mimpi semacam sinetron-sinetron lokal di stasiun televisi swasta kita. Hal ini menjadi tantangan bagi para pembuat film dokumenter, walaupun pembuatannya telah dikemas semenarik mungkin, mengapa film dokumenter tetap belum bisa mendapat tempat yang selayaknya?

Film dokumenter lebih banyak bersifat non-profit oriented. Sementara ini, sebagian besar film dokumenter tidak banyak diarahkan untuk tayangan stasiun televisi lokal, tapi terutama ditujukan ke ajang internasional. Melalui festival-festival internasional, diharapkan akan berkembang pengalaman dan wawasan para pembuat film dokumenter. Jika nantinya film dokumenter mendapatkan jam tayang utama (prime time) di televisi lokal, para kreator lokal ini juga bisa menyuguhkan tontonan yang variatif, edukatif, sekaligus menghibur dan diminati penonton.

Antusiasme penonton pada tayangan Discovery Channel merupakan indikator untuk film dokumenter di masa mendatang. Suatu saat akan sampai pada masa di mana media ekspresi tidak hanya diwujudkan dalam bentuk film cerita saja yang mendapat tempat dalam dunia pertelevisian, tapi film dokumenter juga mendapat tempat di hati pemirsa. Tidak mustahil apabila nantinya terbuka program-program televisi yang memberi ruang bagi film dokumenter, tentu dengan kualitas yang secara profesional tetap dijaga.


FILM, ANTARA IDEALISME DAN KOMERSIALISME

Selasa, 27 April 2004 

Dewasa ini banyak bermunculan televisi swasta di Indonesia, hal ini mengakibatkan pula menjamurnya industri perfilman. Jika kita bicara industri, mau tidak mau kita bicara juga masalah ekonomi artinya hal-hal yang berorientasi pada keuntungan secara finansial. Banyak perusahaan film berlomba-lomba untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, tetapi banyak juga diantara mereka yang tidak mengimbangi
Dewasa ini banyak bermunculan televisi swasta di Indonesia, hal ini mengakibatkan pula menjamurnya industri perfilman. Jika kita bicara industri, mau tidak mau kita bicara juga masalah ekonomi artinya hal-hal yang berorientasi pada keuntungan secara finansial. Banyak perusahaan film berlomba-lomba untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, tetapi banyak juga diantara mereka yang tidak mengimbangi
dengan membuat film yang berkualitas, baik secara materi maupun teknik pembuatannya. Bagi mereka yang penting adalah bahwa film itu laku dijual tanpa peduli apakah film itu mendidik atau justru membodohi. Berawal dari kondisi perfilman di Indonesia yang minim secara kualitas dan antusiasme yang terbungkam dalam kurun waktu cukup lama, membuat perfilman kita berada pada posisi yang memprihatinkan. Dengan semakin berkembangnya media elektronik terutama media audio visual diharapkan dapat mengobati rasa keprihatinan, sekaligus bisa menggali potensi-potensi para penggiat film maupun video indie Indie berasal dari kata Independent atau mandiri yang berarti tidak begantung pada apapun.

Menurut salah satu penggiat film di Yogya, yaitu Just Kidding Video Explore (JKVE),indie dapat diartikansemacam semangat yang tidak terikat, oleh karena audio visual merupakan salah satu media ekspresi, maka pembuatnyabebas mengekspresikan ide-ide mereka tanpa ada tekanan dari pihak manapun, JKVE pada awalnya merupakangabungan ide-ide dari beberapa orang yang memiliki kegelisahan yang sama, kemudian diwujudkan dalam karya audio visual. Ide-ide mereka biasanya diangkat dari sesuatu hal yang kecil atau sederhana yang mungkin
luput dari perhatian kita pada umumnya, meskipun mereka tidak menyangkal bahwa ide cerita bisa juga berangkat dari suatu keprihatinan atau kejenuhan terhadap fenomena atau peristiwa yang terjadi di sekitar kita, misalnya peristiwa politik, ekonomi dan lain sebagainya sebagaimana diutarakan oleh Tri Giovanny, salah seorang staf produksi dari PUSKAT Audio Visual.

Bagi mereka yang terpenting adalah rasa kepuasan terhadap penciptaan. Sehingga hampir dalam setiap pembuatan filmnya, mereka banyak melakukan eksperimen, yang seringkali tidak peduli akan disukai orang atau tidak.Tidak dipungkiri bahwa hal yang masih merupakan masalah bagi JKVE atau penggiat film indie pada umumnya, adalah pendanaan. Walaupun mereka juga berkeinginan untuk melibatkan sponsor, tapi masih sulit menemukan sponsor yang mau memberi keleluasaan untuk berekspresi sesuai jiwa mereka. Dengan adanya berbagai ajang festival film baik di dalam negri maupun di luar negri seperti FFii, FFD, Festival Film Cannes, dan lain-lain, merupakan iklim yang baik untuk mengajak para komunitas penggiat film untuk mengekspresikan yang tidak tergantung pada faktor apapun melainkan pada kemauan diri dari insan-insan perfilman. Film indie tidak selalu berupa film cerita fiksi, bisa saja film tersebut berupa film dokumenter. Film Dokumenter sebagaimana yang sering ditayangkan oleh Discovery Channel, bisa merupakan hasil liputan dari kejadian yang murni direkam, diedit sedemikian rupa sehingga menarik untuk disaksikan sekaligus menambah ilmu pengetahuan. Supaya lebih menarik, bisa juga sebuah film menggabungkan antara fiksi dan realitas murni, atau lebih dikenal dengan istilah dokudrama, seperti yang pernah dibuat oleh Garin Nogroho Memang pada akhirnya antara dunia idealis dan komersial perlu adanya dunia pendekatan secara
demokratis. Diharapkan untuk media-media yang mampu menampung penciptaan-penciptaan baru dapat menanamkan nilai independent di dalamnya. Walaupun target atau sasaran terhadap hasil pembuatan film yang akan dipertontonkan adalah yang menarik maupun berkualitas. Suatu tontonan yang akan masuk dunia entertainment memang seharusnya masuk dalam koridor-koridor yang sudah digariskan. Seperti bagaimana mengemas cerita, konflik, dramatisasinya. Dan bila dilihat pada kondisi sekarang ini tetap merupakan suatu pilihan dalam batasan tertentu.
Selasa, 27 April 2004
Dewasa ini banyak bermunculan televisi swasta di Indonesia, hal ini mengakibatkan pula menjamurnya industri perfilman. Jika kita bicara industri, mau tidak mau kita bicara juga masalah ekonomi artinya hal-hal yang berorientasi pada keuntungan secara finansial. Banyak perusahaan film berlomba-lomba untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, tetapi banyak juga diantara mereka yang tidak mengimbangi
Dewasa ini banyak bermunculan televisi swasta di Indonesia, hal ini mengakibatkan pula menjamurnya industri perfilman. Jika kita bicara industri, mau tidak mau kita bicara juga masalah ekonomi artinya hal-hal yang berorientasi pada keuntungan secara finansial. Banyak perusahaan film berlomba-lomba untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya, tetapi banyak juga diantara mereka yang tidak mengimbangi
dengan membuat film yang berkualitas, baik secara materi maupun teknik pembuatannya. Bagi mereka yang penting adalah bahwa film itu laku dijual tanpa peduli apakah film itu mendidik atau justru membodohi. Berawal dari kondisi perfilman di Indonesia yang minim secara kualitas dan antusiasme yang terbungkam dalam kurun waktu cukup lama, membuat perfilman kita berada pada posisi yang memprihatinkan. Dengan semakin berkembangnya media elektronik terutama media audio visual diharapkan dapat mengobati rasa keprihatinan, sekaligus bisa menggali potensi-potensi para penggiat film maupun video indie Indie berasal dari kata Independent atau mandiri yang berarti tidak begantung pada apapun.

Menurut salah satu penggiat film di Yogya, yaitu Just Kidding Video Explore (JKVE),indie dapat diartikansemacam semangat yang tidak terikat, oleh karena audio visual merupakan salah satu media ekspresi, maka pembuatnyabebas mengekspresikan ide-ide mereka tanpa ada tekanan dari pihak manapun, JKVE pada awalnya merupakangabungan ide-ide dari beberapa orang yang memiliki kegelisahan yang sama, kemudian diwujudkan dalam karya audio visual. Ide-ide mereka biasanya diangkat dari sesuatu hal yang kecil atau sederhana yang mungkin
luput dari perhatian kita pada umumnya, meskipun mereka tidak menyangkal bahwa ide cerita bisa juga berangkat dari suatu keprihatinan atau kejenuhan terhadap fenomena atau peristiwa yang terjadi di sekitar kita, misalnya peristiwa politik, ekonomi dan lain sebagainya sebagaimana diutarakan oleh Tri Giovanny, salah seorang staf produksi dari PUSKAT Audio Visual.

Bagi mereka yang terpenting adalah rasa kepuasan terhadap penciptaan. Sehingga hampir dalam setiap pembuatan filmnya, mereka banyak melakukan eksperimen, yang seringkali tidak peduli akan disukai orang atau tidak.Tidak dipungkiri bahwa hal yang masih merupakan masalah bagi JKVE atau penggiat film indie pada umumnya, adalah pendanaan. Walaupun mereka juga berkeinginan untuk melibatkan sponsor, tapi masih sulit menemukan sponsor yang mau memberi keleluasaan untuk berekspresi sesuai jiwa mereka. Dengan adanya berbagai ajang festival film baik di dalam negri maupun di luar negri seperti FFii, FFD, Festival Film Cannes, dan lain-lain, merupakan iklim yang baik untuk mengajak para komunitas penggiat film untuk mengekspresikan yang tidak tergantung pada faktor apapun melainkan pada kemauan diri dari insan-insan perfilman. Film indie tidak selalu berupa film cerita fiksi, bisa saja film tersebut berupa film dokumenter. Film Dokumenter sebagaimana yang sering ditayangkan oleh Discovery Channel, bisa merupakan hasil liputan dari kejadian yang murni direkam, diedit sedemikian rupa sehingga menarik untuk disaksikan sekaligus menambah ilmu pengetahuan. Supaya lebih menarik, bisa juga sebuah film menggabungkan antara fiksi dan realitas murni, atau lebih dikenal dengan istilah dokudrama, seperti yang pernah dibuat oleh Garin Nogroho Memang pada akhirnya antara dunia idealis dan komersial perlu adanya dunia pendekatan secara
demokratis. Diharapkan untuk media-media yang mampu menampung penciptaan-penciptaan baru dapat menanamkan nilai independent di dalamnya. Walaupun target atau sasaran terhadap hasil pembuatan film yang akan dipertontonkan adalah yang menarik maupun berkualitas. Suatu tontonan yang akan masuk dunia entertainment memang seharusnya masuk dalam koridor-koridor yang sudah digariskan. Seperti bagaimana mengemas cerita, konflik, dramatisasinya. Dan bila dilihat pada kondisi sekarang ini tetap merupakan suatu pilihan dalam batasan tertentu.

Ditulis Oleh : jaka ~ Berbagi Informasi Film Dokumenter

Artikel Kurang Info Sutradara Gagap Menyampaikan Film Dokumenter ini diposting oleh jaka pada hari Rabu, 02 Maret 2011. Terimakasih atas kunjungan Anda serta kesediaan Anda membaca artikel ini. Kritik dan saran dapat anda sampaikan melalui kotak komentar.

:: Get this widget ! ::

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

terimah kasih atas komentar anda

JAKACU75
jakaboyaoge.blogspot.com

Move your mouse to go back to the page!
Gerakkan mouse anda dan silahkan nikmati kembali posting kami!## TERIMAH KASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA

Copyright 2010 gubhugreyot.blogspot.com - All rights reserved